1. Taman Nasional Komodo
Taman Nasional Komodo terletak di antara
provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Taman nasional
ini terdiri atas tiga pulau besar Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau
Padar serta beberapa pulau kecil. Wilayah darat taman nasional ini 603
km² dan wilayah total adalah 1817 km².
Pada tahun 1980 taman nasional ini
didirikan untuk melindungi komodo dan habitatnya. Di sana terdapat 277
spesies hewan yang merupakan perpaduan hewan yang berasal dari Asia dan
Australia, yang terdiri dari 32 spesies mamalia, 128 spesies burung, dan
37 spesies reptilia. Bersama dengan komodo, setidaknya 25 spesies hewan
darat dan burung termasuk hewan yang dilindungi, karena jumlahnya yang
terbatas atau terbatasnya penyebaran mereka. Selain itu, di kawasan ini
terdapat pula terumbu karang. Setidaknya terdapat 253 spesies karang
pembentuk terumbu yang ditemukan di sana, dengan sekitar 1.000 spesies
ikan. Keindahan terumbu ini menarik minat wisatawan asing untuk berenang
atau menyelam di perairan ini. Pulau-pulau ini aslinya adalah pulau
vulkanis. Jumlah penduduk di wilayah ini kurang lebih adalah 4.000 jiwa.
Pada tahun 1986 taman nasional ini diterima sebagai Situs Warisan Dunia
UNESCO. Taman Nasional Komodo juga dinominasikan dalam 7 keajaiban
dunia alam versi new7wonders.
2. Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon terletak di
bagian paling barat Pulau Jawa, Indonesia. Kawasan Taman nasional ini
juga memasukan wilayah Krakatau dan beberapa pulau kecil disekitarnya
seperti Pulau Handeuleum dan Pulau Peucang. Taman ini mempunyai luas
sekitar 1,206 km² (443 km² diantaranya adalah laut), yang dimulai dari
tanjung Ujung Kulon sampai dengan Samudera Hindia.
Taman Nasional ini menjadi Taman
Nasional pertama yang diresmikan di Indonesia, dan juga sudah diresmikan
sebagai salah satu Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO pada tahun
1992, karena wilayahnya mencakupi hutan lindung yang sangat luas.
Sampai saat ini kurang lebih 50 sampai dengan 60 badak hidup di habitat
ini. Pada awalnya Ujung Kulon adalah daerah pertanian pada beberapa masa
sampai akhirnya hancur lebur dan habis seluruh penduduknya ketika
Gunung Krakatau meletus pada tanggal 27 Agustus 1883 yang akhirnya
mengubahnya kawasan ini kembali menjadi hutan.
3. Taman Nasional Lorentz
Taman Nasional Lorentz adalah sebuah
taman nasional yang terletak di provinsi Papua, Indonesia. Dengan luas
wilayah sebesar 25.000 km² Lorentz merupakan taman nasional terbesar di
Asia Tenggara. Taman ini masih belum dipetakan, dijelajahi dan banyak
terdapat tanaman asli, hewan dan budaya. Pada 1999 taman nasional ini
diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.
Wilayahnya juga terdapat persediaan
mineral, dan operasi pertambangan berskala besar juga aktif di sekitar
taman nasional ini. Ada juga Proyek Konservasi Taman Nasional Lorentz
yang terdiri dari sebuah inisiatif masyarakat untuk konservasi komunal
dan ekologi warisan yang berada di sekitar Taman Nasional Loretz ini.
Dari tahun 2003 hingga kini,
WWF-Indonesia Region Sahul Papua sedang melakukan pemetaan wilayah adat
dalam kawasan Taman Nasional Lorentz. Tahun 2003- 2006, WWF telah
melakukan pemetaan di Wilayah Taman Nasional Lorentz yang berada di
Distrik (Kecamatan) Kurima Kabupaten Yahukimo, dan Tahun 2006-2007 ini
pemetaan dilakukan di Distrik Sawaerma Kabupaten Asmat.
4. Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera
Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera
adalah tempat pelestarian bagi Hutan Hujan Tropis di Sumatera dan
habitat dari beberapa spesies yang hampir punah seperti, Harimau
Sumatera, Gajah Sumatera, dan Badak Sumatera yang merupakan spesies
Badak terkecil dan memiliki dua cula.
Luas dari Hutan Hujan Tropis Sumatera
seluruhnya adalah 2,5 juta hektar yang terdiri dari 3 Taman Nasional di
Sumatera, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci
Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Tempat ini juga tempat
berbagai jenis tumbuhan endemik seperti, kantong semar, bunga terbesar
di dunia Rafflesia Arnoldi, dan bunga tertinggi Amorphophallus. Selain
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, hutan hujan tropis Sumatera
juga merupakan sumber mata pencarian bagi masyarakat yang tinggal di
sana. Beberapa suku tinggal di hutan hujan tropis Sumatera, seperti suku
Mentawai dan suku Anak Dalam.
Hutan hujan tropis Sumatera harus
senantiasa dijaga kelestariannya. Terutama dari ancaman penggundulan
hutan, penambahan hutan untuk pertanian dan pembuatan jalan, serta
perburuan. Apabila kawasan ini tidak dilindungi, maka keanekaragaman
hayati yang hidup di sana terancam punah. Selain itu, hutan hujan tropis
Sumatera berperan penting dalam stabilitas suplai air, ekologi, dan
ekonomi, serta menekan pengaruh kekeringan dan kebakaran.
Untuk itulah melalui sidang ke 28 World
Heritage Commitee, yang diselenggarakan di Suzhou RRC pada bulan Juli
2004, Hutan Hujan Tropis Sumatera di terima sebagai Situs Warisan Dunia
oleh UNESCO, karena merupakan kawasan Hutan Lindung dan rumah bagi
sekitar 10.000 jenis tanaman , termasuk 17 genus endemis, lebih dari 200
spesies mamalia, dan 580 spesies burung dan 465 berdomisili dan 21
merupakan endemis. Di antara jenis mamalia, 22 adalah orang utan, yang
tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia dan 15 hanya terbatas ke
wilayah Indonesia, termasuk Sumatra yaitu orang utan Sumatera. Hutan
Hujan Tropis Sumatera ini juga memberikan bukti dari evolusi biogeografi
pulau.
5. Kampung Bena
Kampung Bena adalah salah satu
perkampungan megalitikum yang terletak di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara
Timur. Tepatnya di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, sekitar 19 km
selatan Bajawa. Kampung yang terletak di puncak bukit dengan view gunung
Inerie. Keberadaannya di bawah gunung merupakan ciri khas masyarakat
lama pemuja gunung sebagai tempat para dewa. Menurut penduduk kampung
ini, mereka meyakini keberadaan Yeta, dewa yang bersinggasana di gunung
ini yang melindungi kampung mereka.
Kampung ini saat ini terdiri kurang
lebih 40 buah rumah yang saling mengelilingi. Badan kampung tumbuh
memanjang, dari utara ke selatan. Pintu masuk kampung hanya dari utara.
Sementara ujung lainnya di bagian selatan sudah merupakan puncak
sekaligus tepi tebing terjal. Kampung ini sudah masuk dalam daerah
tujuan wisata Kabupaten Ngada. Ternyata kampung ini menjadi langganan
tetap wisatawan dari Jerman dan Italia.
Ditengah-tengah kampung atau lapangan
terdapat beberapa bangunan yang mereka menyebutnya bhaga dan ngadhu.
Bangunan bhaga bentuknya mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sementara
ngadhu berupa bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga
bentuknya mirip pondok peneduh. Tiang ngadhu biasa dari jenis kayu
khusus dan keras karena sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan
hewan kurban ketika pesta adat. (**)
Sumber: wikipedia.org, uniknya.com
Tidak ada komentar :
Posting Komentar